Solusi Alternatif
Meminimalkan Tawuran Antar Pelajar
Diskusi tentang
kenakalan remaja, khususnya tawuran pelajar di Jakarta kembali menjadi dinamika
utama di kelas hari ini. Setelah saya menuliskan tentang tawuran yang berjudul:
Solusi Cepat dan Tepat Hentikan Tawuran Pelajar di Jakarta, masih menyimpan
keresahan dalam diri saya bahwa cara yang ditawarkan rasanya harus “ditawar”
kembali. Dalam hal ini adalah mengacu kepada masih menbutuhkan alternatif
solusi, mengingat:
1.
Ajakan orang tua untuk lebih memberikan
rasa perhatian kepada siswa sepertinya bukan solusi tepat karena rata-rata ortu
di Jakarta pekerja keras, sehingga ajakan tersebut lebih bersifat normatif tapi
non-aplikatif. Bagus di tataran teori, namun jeblok
pada
langkah pelaksanaannya.
2.
penyelesaian tawuran di Jakarta melalui
usaha ke akar rumput, dalam arti pendekatan ke siswa agar timbul rasa kesadaran
tidak memberikan apa-apa. Berharap siswa sadar bahwa tawuran hanya membawa
kerugian, tidak membuat Ababil (ABG Labil) sadar.
3.
demikian pula dengan sekolah yang sampai
hari ini tidak 100% merasa mendidik jika mengeluarkan siswa yang terlibat
tawuran, terlebih ternyata hitam di atas putih tidak mencantumkan peraturan
tegas (tawuran= DO). Sekolah akan angkat tangan, tak mampu berbuat apa-apa, jika
Pengacara pihak siswa menggugat legalitas dan keabsahan jika siswa tawuran
kemudian di keluarkan.
Berdasarkan hal
tersebut, terdapat beberapa alternatif solusi untuk hentikan tawuran dengan
cepat dan tepat di Jakarta. Pemerintah dan pihak terkait dapat melakukan
alternatif tindakan berikut ini:
1.
Saya lebih mendukung penyelesaian
tawuran di Jakarta “dikuasai/didominasi” oleh pemerintah alias “top to down”.
Pemerintah jadi pilar utama, dan yang lain menjadi pendukungnya.
2.
Pemerintah dapat melakukan peraturan yang
tegas di setiap sekolah dengan menegaskan bahwa tawuran dengan sekolah lain
ganjarannya, mulai dari skorsing, kerja sosial di lembaga kemanusiaan, hingga
di keluarkan dari sekolah. dengan demikian, gugatan pengacara dapat dengan
mudah dibatalkan.
3.
Oleh karena tawuran masih seringkali
dikategorikan dengan kenakalan remaja, maka urusan seyogyanya dapat di atasi
antara orang tua siswa dengan pihak sekolah. Pengacara jangan dilibatkan. Jika
sampai tindak kriminal, maka pihak polisi yang ambil tindakan. Pengacara,
monggo.
4.
Pemerintah, dalam arti Mendiknas dan Dinas
Pendidikan DKI Jakarta, bekerjasama dengan universitas favorit/terbaik, dalam
mengurangi kuota SNPTN Undangan untuk sekolah yang “gemar” tawuran. Pihak
kampus dapat mengurangi kuota secara bertahap hingga nol undangan.
5.
Masih hasil kerjasama tersebut, secara
informal, calon mahasiswa dari sekolah “gemar” tawuran ditolak/masuk daftar
hitam/black list. Lagi-lagi secara bertahap hingga tak ada satupun yang
diterima. Ketika ada protes, maka pihak kampus atau pemerintah akan
membantahnya. Biarkan “hukuman” ini terus hidup.
6.
Cara lain yang bersifat struktural,
dikeluarkan suatu peraturan tertulis bahwa sekolah “gemar” tawuran, maka
grade/statusnya akan diturunkan. Dari sekolah internasional, menjadi nasional.
Dari akreditas A, menjadi B hingga C. Sekali lagi, peraturan tertulis harus
dibuat agar pengacara pihak tertentu dapat memahaminya, seperti ortu di Jakarta yang begitu paham dengan
hukum selalu menggunakan jasa pengacara, bahkan untuk selesaikan kenakalan
remaja.
Keenam solusi tersebut
adalah sebaiknya dilakukan ketika cara-cara normatif dan mendidik selama ini,
mengalami kegagalan (lagi). Solusi ini menjadi alternatif (pilihan) terakhir,
dan bisa jadi ada yang mengatakan “tidak mendidik”. Namun demikian, setidaknya,
solusi ini menjadi “cara kunci’ untuk siswa dan sekolah yang masih memiliki
perilaku “tidak terdidik” seperti halnya tawuran.
Hal-hal yang diharapkan dari solusi
yang disampaikan:
1. Siswa lebih disiplin dan terkontrol
2. Prestasi akademik meningkat
3. Terjadinya toleransi antar pelajar
sekolah
4. Tercipta suatu keharmonisan antar
pelajar sekolah
5. Lebih kreatif dalam kewajibannya
sebagai pelajar
SARAN :
Dalam hal ini pembinaan dan bimbingan baik dari pihak
orang tua maupun sekolah harus lebih berperan aktif dalam menanggulangi aksi
tawuran antar pelajar. Pada pihak orang tua harus lebih intensif dalam
memberikan arahan baik yang bersifat mendidik maupun yang bersifat pengajaran
mengenai nilai dan moral bagi anak. Pihak sekolah pun dalam hal ini juga tidak
kalah penting peranannya dalam pendidikan karakter anak dan adapun anak
berkarakter tidak sesuai dengan yang diharapkan maka kerjasama dalam perbaikan
karakter siswa adalah tugas bersama. Pihak masyarakat dan pemerintah daerah pun
sangat dibutuhkan peranannyadalam pengawasan di sekitar lingkungan sekolah
maupun ditempat umum.
DAFTAR
PUSTAKA:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar