Kamis, 11 Oktober 2012

Solusi Alternatif Meminimalkan Tawuran Antar Pelajar



Solusi Alternatif Meminimalkan Tawuran Antar Pelajar



Diskusi tentang kenakalan remaja, khususnya tawuran pelajar di Jakarta kembali menjadi dinamika utama di kelas hari ini. Setelah saya menuliskan tentang tawuran yang berjudul: Solusi Cepat dan Tepat Hentikan Tawuran Pelajar di Jakarta, masih menyimpan keresahan dalam diri saya bahwa cara yang ditawarkan rasanya harus “ditawar” kembali. Dalam hal ini adalah mengacu kepada masih menbutuhkan alternatif solusi, mengingat:

1.     Ajakan orang tua untuk lebih memberikan rasa perhatian kepada siswa sepertinya bukan solusi tepat karena rata-rata ortu di Jakarta pekerja keras, sehingga ajakan tersebut lebih bersifat normatif tapi non-aplikatif. Bagus di tataran teori, namun jeblok
pada langkah pelaksanaannya.

2.     penyelesaian tawuran di Jakarta melalui usaha ke akar rumput, dalam arti pendekatan ke siswa agar timbul rasa kesadaran tidak memberikan apa-apa. Berharap siswa sadar bahwa tawuran hanya membawa kerugian, tidak membuat Ababil (ABG Labil) sadar.

3.     demikian pula dengan sekolah yang sampai hari ini tidak 100% merasa mendidik jika mengeluarkan siswa yang terlibat tawuran, terlebih ternyata hitam di atas putih tidak mencantumkan peraturan tegas (tawuran= DO). Sekolah akan angkat tangan, tak mampu berbuat apa-apa, jika Pengacara pihak siswa menggugat legalitas dan keabsahan jika siswa tawuran kemudian di keluarkan.

Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa alternatif solusi untuk hentikan tawuran dengan cepat dan tepat di Jakarta. Pemerintah dan pihak terkait dapat melakukan alternatif tindakan berikut ini:
1.     Saya lebih mendukung penyelesaian tawuran di Jakarta “dikuasai/didominasi” oleh pemerintah alias “top to down”. Pemerintah jadi pilar utama, dan yang lain menjadi pendukungnya.

2.     Pemerintah dapat melakukan peraturan yang tegas di setiap sekolah dengan menegaskan bahwa tawuran dengan sekolah lain ganjarannya, mulai dari skorsing, kerja sosial di lembaga kemanusiaan, hingga di keluarkan dari sekolah. dengan demikian, gugatan pengacara dapat dengan mudah dibatalkan.

3.     Oleh karena tawuran masih seringkali dikategorikan dengan kenakalan remaja, maka urusan seyogyanya dapat di atasi antara orang tua siswa dengan pihak sekolah. Pengacara jangan dilibatkan. Jika sampai tindak kriminal, maka pihak polisi yang ambil tindakan. Pengacara, monggo.

4.      Pemerintah, dalam arti Mendiknas dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, bekerjasama dengan universitas favorit/terbaik, dalam mengurangi kuota SNPTN Undangan untuk sekolah yang “gemar” tawuran. Pihak kampus dapat mengurangi kuota secara bertahap hingga nol undangan.

5.     Masih hasil kerjasama tersebut, secara informal, calon mahasiswa dari sekolah “gemar” tawuran ditolak/masuk daftar hitam/black list. Lagi-lagi secara bertahap hingga tak ada satupun yang diterima. Ketika ada protes, maka pihak kampus atau pemerintah akan membantahnya. Biarkan “hukuman” ini terus hidup.



6.     Cara lain yang bersifat struktural, dikeluarkan suatu peraturan tertulis bahwa sekolah “gemar” tawuran, maka grade/statusnya akan diturunkan. Dari sekolah internasional, menjadi nasional. Dari akreditas A, menjadi B hingga C. Sekali lagi, peraturan tertulis harus dibuat agar pengacara pihak tertentu dapat memahaminya, seperti  ortu di Jakarta yang begitu paham dengan hukum selalu menggunakan jasa pengacara, bahkan untuk selesaikan kenakalan remaja.

Keenam solusi tersebut adalah sebaiknya dilakukan ketika cara-cara normatif dan mendidik selama ini, mengalami kegagalan (lagi). Solusi ini menjadi alternatif (pilihan) terakhir, dan bisa jadi ada yang mengatakan “tidak mendidik”. Namun demikian, setidaknya, solusi ini menjadi “cara kunci’ untuk siswa dan sekolah yang masih memiliki perilaku “tidak terdidik” seperti halnya tawuran.


Hal-hal yang diharapkan dari solusi yang disampaikan:
1.     Siswa lebih disiplin dan terkontrol
2.     Prestasi akademik meningkat
3.     Terjadinya toleransi antar pelajar sekolah
4.     Tercipta suatu keharmonisan antar pelajar sekolah
5.     Lebih kreatif dalam kewajibannya sebagai pelajar

SARAN :
Dalam hal ini pembinaan dan bimbingan baik dari pihak orang tua maupun sekolah harus lebih berperan aktif dalam menanggulangi aksi tawuran antar pelajar. Pada pihak orang tua harus lebih intensif dalam memberikan arahan baik yang bersifat mendidik maupun yang bersifat pengajaran mengenai nilai dan moral bagi anak. Pihak sekolah pun dalam hal ini juga tidak kalah penting peranannya dalam pendidikan karakter anak dan adapun anak berkarakter tidak sesuai dengan yang diharapkan maka kerjasama dalam perbaikan karakter siswa adalah tugas bersama. Pihak masyarakat dan pemerintah daerah pun sangat dibutuhkan peranannyadalam pengawasan di sekitar lingkungan sekolah maupun ditempat umum.




DAFTAR PUSTAKA:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar